Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), kecelakaan lalu lintas adalah suatu
 peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan 
Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan 
korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia termasuk kecelakaan lalu lintas berat (Pasal 229 ayat [4] UU LLAJ). Bagi pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas memiliki kewajiban (Pasal 231 ayat [1] UU LLAJ):
a.    menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
b.    memberikan pertolongan kepada korban;
c.    melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d.    memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Setiap
 pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas
 wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita korban, akan tetapi
 tanggung jawab ini tidak berlaku apabila (Pasal 234 ayat [3] UULLAJ):
a.    adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b.    disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
c.     disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan
Bagaimana
 jika pengemudi telah bertanggung jawab dan telah terjadi perdamaian 
dengan keluarga korban, apakah polisi tetap berhak melakukan penyidikan?
 Mengenai hal ini kita perlu melihat ketentuan Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi:
“Jika
 korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau 
Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris 
korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”
Berdasarkan
 ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa walaupun pengemudi telah 
bertanggung jawab atas kematian korban, tuntutan pidana terhadap dirinya
 tidak menjadi hilang. Oleh karena itu, kepolisian tetap melakukan 
penyidikan sesuai hukum acara pidana sesuai peraturan perundang-undangan
 (Pasal 230 UU LLAJ). Jadi, dalam kasus yang Anda ceritakan, 
pihak kepolisian tetap akan melakukan penyidikan meskipun ada 
kesepakatan bahwa keluarga korban tidak akan menuntut secara pidana.
Ancaman
 sanksi pidana untuk pengemudi kendaraan bermotor penyebab kecelakaan 
lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia adalah pidana 
penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ).
Walaupun
 pelaku telah bertanggung jawab serta adanya perdamaian dengan keluarga 
korban tidak menghapuskan tuntutan pidana seperti yang terdapat pada Putusan MA No. 1187 K/Pid/2011. Bahkan dalam Putusan MA No. 2174 K/Pid/2009,
 terdakwa tetap dikenakan hukuman walaupun telah ada perdamaian dan 
terdakwa sendiri juga mengalami luka (retak tulang tangan kiri dan tak 
sadarkan diri) dalam kecelakaan tersebut.
Kendati
 demikian, pelaku tetap perlu mengusahakan perdamaian dengan keluarga 
korban karena hal itu dapat dipertimbangkan hakim untuk meringankan 
hukumannya. Sebaliknya, tidak adanya perdamaian antara pelaku dengan 
keluarga korban bisa menjadi hal yang memberatkan pelaku. Sebagai 
contoh, dalam Putusan MA No. 403 K/Pid/2011 antara pelaku dan keluarga korban tidak tercapai perdamaian, serta dalam Putusan MA No. 553 K/ Pid/2012
 pelaku tidak memiliki iktikad baik untuk melakukan perdamaian kepada 
keluarga korban, sehingga menurut majelis hakim tidak adanya perdamaian 
dijadikan sebagai pertimbangan yang memberatkan kesalahan terdakwa.
Jadi,
 apabila kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal 
dunia dan pelaku telah bertanggung jawab kepada keluarga korban serta 
terjadi perdamaian, hal tersebut tidak menghapus tuntutan pidana kepada 
pelaku, sehingga polisi tetap berhak melakukan penyidikan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan:
 



 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar